Riwayat Singkat Raden Saleh, Maestro Lukis Indonesia - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

Riwayat Singkat Raden Saleh, Maestro Lukis Indonesia

Share This
Raden Saleh Sjarif Boestaman, lahir di Terboyo, Semarang. Ada beberapa versi yang menyebutkan tahun kelahiran beliau, yaitu 1806, 1807, 1813, dan 1814. Raden Saleh berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Berikut riwayat singkat Raden Saleh, sang Maestro Lukis Indonesia tempo dulu.

Ayah Raden Saleh bernama Sayyid Hoesein bin Alwi bin Awal. Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen yang memiliki garis keturunan dengan Kyai Ngabehi Kertoboso atau Sayyid Abdoellah Boestaman, yang pernah menjadi penguasa Terboyo.



Semasa kecil, Raden Saleh diasuh oleh Raden Adipati Surohadimenggolo, pamannya yang saat itu menjabat sebagai Bupati Semarang. Sang paman adalah orang yang sangat bersimpati pada perjuangan Pangeran Diponegoro, bahkan kakak sepupunya, R Sukur ikut andil dalam perjuangan Diponegoro hingga kemudian tertangkap oleh Belanda lalu diasingkan.

Bakat menggambar Raden Saleh sudah tampak sejak ia bersekolah di Sekolah Rakyat. Pada tahun 1817, oleh pamannya yang lain yang menjadi Bupati Majalengka, R.Adipati Ario Panji Kartadiningrat, Raden Saleh dikirim untuk belajar di bawah pengawasan Residen Priangan saat itu, Baron Robert van der Capellen.

Dua tahun kemudian (1819), Raden Saleh meneruskan pendidikannya di Buitenzorg (Bogor) di tempat kediaman Gubernur Jenderal G.A.G Baron van der Capellen (1819-1826) yang tak lain adalah kakak kandung dari Residen Priangan tersebut.

Selama di Bogor, Raden Saleh  belajar di bawah pengawasan Prof C.G Carl Reindwardt perintis pengembangan Lands Plantentuin te Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor. Ahli botani asal Jerman tersebut memegang jabatan sebagai Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan Hindia-Belanda tahun 1817.

Untuk mengembangkan bakat melukisnya, Raden Saleh mendapat bimbingan dari A.J Payen salah seorang pelukis asal Belgia yang saat itu bertugas untuk menggambar flora dan fauna untuk kepentingan Lands Plantentuin. Selama 10 tahun belajar di Bogor, Raden Saleh telah memiliki kepandaian dalam menggambar alam dan peta, juga pengetahuan ilmu ukur, bahasa, dan kesenian.

Melihat sosok anak didiknya yang dikenal cerdas itu, Payen mengusulkan kepada Gubernur Jenderah van der Capellen untuk mau mengirimkan Raden Saleh belajar di Eropa. Usulan itu pun diterima oleh sang Gubernur yang lalu mengirimkan Raden Saleh untuk belajar di Belanda pada tahun 1829.

Selama 20 tahun dalam perantauannya di negeri kincir angin tersebut, Raden Saleh mulai dikenal sebagai pelukis. Ia pun kembali pulang ke tanah kelahirannya di Hindia-Belanda dengan membawa serta seorang perempuan Belanda kaya raya yang sudah menjadi istrinya.

Bersama istrinya, Constancia vo Mansfeldt atau Constancia Winckelhagen, Raden Saleh kemudian membangun sebuah rumah di daerah Cikini (sekarang Rumah Sakit PGI Cikini).



Rumah yang dikenal sebagai Puri Cikini itu memiliki desain arsitektur mirip Istana Callenberg di Beiersdorf. Halamanya cukup luas sehingga pada tahun 1862, Raden Saleh menghibahkan sebagian halamannya untuk digunakan menjadi Kebun Binatang dan Taman Umum.

Pernikahannya dengan Constancia tidak berlangsung lama karena beberapa tahun kemudian Raden Saleh menceraikannya. Ia kemudian menikahi R.A Danudirejo, anak dari MRT Kertawangsa Kelapa-Aking (Kolopaking), pengikut setia pangeran Diponegoro. keduanya kemudian menetap di Bogor dari tahun 1868 sampai 1880. Dari dua kali pernikahannya itu, Raden Saleh tidak mempunyai keturunan.

Memiliki masa remaja di Bogor tentu memberikan kesan tersendiri bagi Raden Saleh. Sejak pertama kali datang ke kota yang sejuk ini, Raden Saleh telah menjalin persahabatan yang luas.

Raden Saleh wafat pada Jum'at pagi 23 Aprl 1880 di rumah yang disewanya yang lokasinya tidak jauh dari Hotel Bellevue dan menghadap ke arah Kebun Raya. Pada hari itu, Raden Saleh mendadak jatuh sakit. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena adanya pengendapan yang terjadi dekat jantung. Karena alasan itu, ada yang menyebut Raden Saleh meninggal karena diracun.

Dua hari kemudian yaitu Minggu, 25 April 1880 Ia dikuburkan di daerah Bondongan, dekat kampung Empang, Bogor. Seperti dilaporkan oleh koran Javanes Bode, pemakaman Raden Saleh dihadiri oleh banyak orang mulai dari tuan tanah, pegawai Belanda hingga para murid-murid sekolah dan teman-teman semasa kecilnya.

Koran Java Bode terbitan 28 April 1880 menampikan berita:

“Pada hari Minggoe tanggal 25 April djam 6 pagi matinya Raden Saleh diiringi banyak toean-toean ambtenaar, kandjeng toean Assistant, toean Boetmy, dan lain-lain toean tanah, hadji-hadji, satoe koempoelan baris bangsa Islam, baik jang ada pangkat jang tiada berpangkat dan orang Djawa, sampe anak-anak Djawa dari Landbouwschool semoea anter itoe mait ke koeboer.

“Penghulu-penghulu, kiai-kiai, dan orang-orang alim soedah djoega ikoet anter. Itoe orang-orang Selam dan Djawa dan apa lagi itoe jang alim-alim soedah njanji sepandjang djalan dengan soeara jang sedih; “Awlloh hoema salim, Awlloh sajidina Moehammad Rasoeloellah.”

Makam Raden Saleh di Bondongan



Rumah terakhir Raden Saleh

Rumah terakhir yang ditinggali oleh Raden Saleh semasa hidup adalah sebuah rumah sewaan yang kini digunakan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor, di Jalan Djuanda, Bogor Tengah.

Bangunan rumah peninggalan itu nyaris tidak bersisa lagi rupa aslinya. Facadenya sudah ditutupi dengan dinding berlapis keramik. Walaupun atapnya masih menggunakan gaya lama, tapi gentingnya sudah diganti dngan genting berglazur.

Peninggalan yang masih dapat ditemukan adalah pintu bawah tanah yang terletak di dinding kiri bangunan. Keseluruhannya ada empat buah pintu bawah tanah yang masing-masing berukuran 1x2 meter, dua di dinding kiri dan dua lagi di dinding kanan.

Konon, Raden Saleh pernah menggunakan ruangan bawah tanah itu untuk dijadikan kandang macan peliharaannya. Bentuk pintu yang relatif kecil itu sesuai peruntukkannya sebagai pintu masuk untuk binatang seperti macan atau harimau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad