Akhir Nasib Jenderal Mallaby - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

Akhir Nasib Jenderal Mallaby

Share This
Walaupun Sekutu, khususnya Inggris berhasil mengalahkan Jerman dalam Perang Dunia II, namun hal yang berbeda terjadi di Indonesia. Beberapa kali Inggris dipecundangi para pejuang seperti di Bojong Kokosan , Sukabumi dan di Surabaya. Melawan Jerman, Inggris tak pernah sekalipun kehilangan jenderalnya, tapi di Surabaya, nasib sial justru dialami oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Southern (AWS) Mallaby yang tewas ditembak dan kendaraannya dilempar granat.


Dikutip dari Wikipedia, lima hari setelah kedatangan pasukan Inggris di Surabaya yaitu pada 30 Oktober 1945, seorang jenderalnya telah tewas terbunuh, yaitu Brigjen AWS Mallaby.

Kendaraan yang ditumpang Mallaby, inset Brigjen AWS Mallaby

Pada 25 Oktober 1945, Mallaby tiba di Surabaya bersama pasukan Brigade 4 yang beranggotakan sekitar 6.000 pasukan. Brigade 49 adalah bagian dari Divisi 23 pasukan Inggris yang juga dikenal dengan " The Fighting Cock " yang memiliki pengalaman mengalahkan tentara Jepang di hutan Burma, termasuk berada di garis depan dalam pertempuran di Semenanjung Malaya dan memenangkan perang melawan pasukan Jerman di Afrika Utara.

SEVA Pusat Mobil Murah

Mallaby adalah seorang perwira muda eksekutif Kerajaan Inggris yang mempunyai karier cukup cemerlang. Namun malang tak bisa diraih, pria kelahiran 12 Desember 1898 itu pun harus kehilangan nyawanya mejelang ulang tahunnya yang ke-45 di Jembatan Merah, Surabaya.

Ia pun dikenal sangat terampil dalam menjalankan tugas-tugas yang diembannya, sebagai balas jasa, dalam usianya yang ke 42 tahun, Mallaby mendapat promosi Jenderal berbintang satu. Selama Perang Dunia II, ia memegang jabatan sebagai perwira staf kepercayaan Laksamana Mountbatten, seorang panglima tertinggi atas Komando Asia Tenggara atau SEAC / South East Asia Command.

Dalam tugasnya di Surabaya, Mallaby dan pasukannya merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East Indies atau AFNEI. Mereka adalah pasukan Sekutu yang dikirim ke Indonesia setelah Perang Dunia II berakhir yang memiliki misi melucuti persenjataan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang Dai Nippon. Selain itu, misi utama mereka adalah untuk mengembalikan Indonesia kembali menjadi Hindia-Belanda yang berada di bawah kekuasaan Belanda di bawah administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration) atau pemerintahan sipil Hindia-Belanda.

Sesuai tugasnya, kedatangan Inggris di Surabaya untuk melucuti tentara Jepang sesuai perjanjian Yalta, namun tujuan mereka itu mendapat pertentangan dari pasukan Republik karena AFNEI memaksa mereka untuk menyerahkan senjata-senjata rampasan dari Jepang.




Sekutu terus memaksa dengan segala cara agar pihak Republik mau menyerahkan senjata yang sebearnya telah dirampas pihak Indonesia terlebih dahulu dari Jepang. Sehingga terjadi konflik bersenjata di antara kedua pasukan, salah satunya terjadi pada 30 Oktober 1945 tidak jauh dari Jembatan Merah, Surabaya.

Mobil Buick yang ditumpangi oleh Brigjen AWS Mallaby dicegat oleh pasukan dari pihak Indonesia sewaktu hendak meliintasi jembatan. Terjadilan baku tembak yang berakhir dengan tewasnya Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda yang sampai kini tidak diketahui identitasnya. Kendaraan Mallaby terbakar oleh sebuah ledakan granat yang menyebabkan jenasah Mallaby sulit dikenali. Tewasnya Mallaby terjadi pada 30 Oktober 1945, pukul 20:30 WIB.

Atas kematiannya tersebut, Pasukan Inggris tidak tinggal diam. Mayor Jenderal EC Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum pada tanggal 9 November 1945 agar pihak Republik segera menyerahkan senjata tanpa syarat. Hal itu tentu saja tidak dihiraukan pihak Indonesia sehingga pada 10 November 1945 pecahlah pertempuran yang kelak dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Kematian Mallaby itu juga menimbulkan tanda tanya bagi pemerintah Inggris.

Pada 20 Februari 1946, Tom Driberg seorang anggota Parlemen Inggris dari Partau Buruh meragukan tuduhan dan dugaan Inggris bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan Indonesia dan Mallaby dibunuh secara licik.

Menurut Driberg, insiden baku tembak itu terjadi karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang mulai menembaki pasukan dari pihak Indonesia, di mana mereka tidak mengetahui bahwa saat itu sedang terjadi gencatan senjata akibat terputusnya kontak dan telekomunikasi dari Mallaby.

Menurutnya juga bahwa setelah memerintahkan penghentian baku tembak oleh pasukan India tersebut, dalam satu titik dalam sebuah diskusi gencatan senjata, mendadak Mallaby justru memerintahkan untuk kembali memulai tembakan. Itu berarti bahwa gencatan senjata telah pecah karena perintah Mallaby sendiri, dan Mallaby tewas dalam aksi pertempuran bukan karena dibunuh secara licik.

Bagi pihak Indonesia, kematian seorang Jenderal besar yang memiliki jam terbang tinggi seperti Mallaby tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Namun hal itu justru mengundang rasa ingin tahu akan siapa sebenarnya orang yang telah berhasil menewaskan Mallaby dengan senjatanya lalu meledakkan mobilya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad