Jalan Raya Pos: Asal Usul - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

Jalan Raya Pos: Asal Usul

Share This
Jalan Raya Pos atau de Grote Postweg adalah jalan raya terpanjang yang dibuat dimasa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1808-1811). Dalam masa kepemimpinan yang hanya 3 tahun itu, Daendels telah berhasil melaksanakan pembangunan di berbagai bidang, baik untuk kepentingan ekonomi maupun pertahanan negara, meski pada akhirnya Jawa harus bertekuk lutut pada Inggris pada 1811.



Jalan Raya Pos dibangun dengan menghubungkan jalur Anyer di ujung Jawa Barat hingga Panarukan yang terletak di ujung Jawa Timur. Pembangunan jalan raya ini konon memakan waktu hanya satu tahun saja yaitu dari 1808 s/d 1809. Tentu saja, kecepatan proyek pembuatan jalan raya itu tidak lepas dari sifat tangan besi Daendels yang akan menghukum siapa saja yang dianggap menghambat.

Pada awalnya, pembuatan jalan raya pos ditujukan untuk kepentingan militer, apalagi di saat itu Belanda sedang dalam jajahan Perancis. Tidak butuh waktu lama, kepentingan militer berubah menjadi kepentingan ekonomi dengan adanya peraturan Cultuur Stelsel atau tanam paksa, sehingga hasil bumi dari beberapa daerah bisa lebih cepat didistribusikan ke pelabuhan-pelabuhan sebelum dibawa ke Belanda.

Meski begitu, dalam pembuatan jalan raya pos tersebut tidaklah semulus jalan yang diciptakan karena harus mengorbankan banyak korban jiwa dari kalangan pribumi yang dipaksa untuk bekerja. Setiap kali jalan raya ini melewati area perkampungan, maka para penduduk di sana wajib ikut serta dalam pembangunannya. Bahkan tak jarang, para penguasa pribumi yang dianggap lalai atau lambat dalam pengerjaan proyek tersebut, akan dihukum dengan cara yang sangat sadis. Kepala mereka akan dipenggal lalu digantungkan di pohon-pohon yang ada di sisi kiri dan kanan jalan sebagai bentuk peringatan bagi para pekerja.

Mengutip beberapa sumber sejarah, korban jiwa dari pembuatan Jalan Raya Pos ini mencapai lebih dari 13.000 jiwa yang semuanya tidak dikuburkan dengan layak.

Dengan adanya jalan raya tersebut, maka jarak tempuh perjalanan darat dari Surabaya ke Batavia yang tadinya memakan waktu hingga 40 hari, kini bisa dipersingkat menjadi 7 hari saja. Dan untuk membatasi angkutan barang maupun hasil pertanian, maka di setiap 4,5 kilometer didirikan pos-pos penjagaan yang bertindak sebagai pengawas, karena memang jalan ini dibangun semata untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Pos Jaga di Jalan Raya Pos

Ide pembuatan jalan raya pos ini muncul tidak lama setelah Daendels mendarat di Anyer pada 5 Januari 1808. Jarak tempuh dari Anyer ke Batavia menggunakan kereta kuda yang memakan waktu 4 hari dianggap sangat lama, sehingga ia memerintahkan uuntuk melakukan pengerasan dan pelebaran jalan, sehingga jarak antara Anyer ke Batavia dapat ditempuh dalam waktu 1 hari saja.

Gagasanya semakin kuat ketika Daendels melihat kondisi jalan yang buruk dalam perjalananya dari Buitenzor (Bogor) ke Semarang dan Jawa TImur (Oosthoek) pada 29 April 1808. Perjalanan Bogor Semarang yang memakan waktu lebih dari 10 hari itu dianggapnya juga terlalu lama, sehingga pada 5 Mei 1808 ia memutuskan untuk memulai pembangunan Jalan raya sepanjang 250 KM dari Bogor ke Karangsembung (Cirebon).

Setelah itu, Daendels juga ingin pembangunan jalan tersebut berlanjut hingga ke wilayah Jawa Timur seperti Surabaya, Pasuruan, dan Panarukan. Dalam pembangunan Jalan Bogor ke Cirebon, Daendels meminta anggaran dana kepada pemerintah kerajaan Belanda, tapi untuk proyek pembangunan jalan raya sejauh 850 km ini, ia memerintahkan para pejabat lokal untuk segera mengerahkan pekerja rodi.


Untuk pengukur jarak, Daendels memerintahkan setiap 400 roed (1 roed = 14,18 meter) ditancapkan paal atau tonggak. Namun Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya menyebut bahwa setiap jarak 150,960 meter harus dibuatkan paal / tonggak untuk penanda jarak dan paal tersebut wajib dijaga oleh para penduduk di setiap distrik atau kawedanan.




Setelah Jalan Raya Pos selesai dibuat, kondisi menyedihkan terjadi pada bangsa kita. Jalan yang dibangun dengan keringat dan korban ribuan nyawa itu tidak serta merta bermanfaat untuk rakyat. Karena selama 40 tahun, hanya kereta pos milik pemerintah kolonial Belanda dan kereta kuda pribadi orang-orang Belanda, serta segelintir elite pribumi yang berhak melewati dan menggunakan jalan tersebut. Adapun gerobak atau cikar milik rakyat tidak diperkenankan melewatinya, karena dikhawatirkan akan merusak jalanan. Setelah 1853, baru muncul perubahan peraturan dengan membuka Jalan Raya Pos ini untuk semua kalangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad