sejarah Istana Batutulis di Bogor - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

sejarah Istana Batutulis di Bogor

Share This

Sejarah Istana Batutulis terletak di daerah Batutulis, Kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan ini merupakan satu dari beberapa bangunan peninggalan Bung Karno Presiden Republik Indonesia pertama yang juga seorang proklamator.


Istana Batutulis didirikan sebagai rumah peristirahatan Bung Karno untuk menikmati sejuknya udara Kota Bogor. Namun, tempat peristirahatan ini kemudian menjadi rumah pengasingan bagi sang proklamator setelah rezim Orde Baru berkuasa. Saat itu, komplek istana seluas 3,8 hektar dikuasai pemerintah Orba.



Sejarah istana batutulis bermula dari setelah dibukanya hutan larangan oleh Letnan Tanoedjiwa di dekat aliran Sungai Ciliwung dan mendirikan perkampungan pekerja yang dinamakan Kampung Baru.


Gempa besar yang terjadi di tahun 1699 menyisakan kerusakan di beberapa bagian Buitenzorg, sebutan Bogor pada masa itu. Untuk membersihkan dampak yang ditimbulkan oleh gempa besar tersebut, pada tahun 1702 VOC menugaskan Abraham van Riebeeck untuk membersihkan sumbatan-sumbatan di Sungai Ciliwung yang dulu menjadi sumber air bersih untuk kebutuhan VOC di Batavia.


Atas jasanya itu, Riebeeck meminta imbalan berupa tanah di Bojong Manggis dan Bojong Gede, termasuk di Buitenzorg. Pada tahun 1704, ia kemudian mendirikan rumah peristirahatan kecil di sekitar Batutulis.


Sampai era kemerdekaan, rumah peristirahatan van Riebeeck masih tetap berdiri, namun lahan-lahan di sekitarnya telah berubah menjadi sebuah perkampungan. Pada tahun 1960an, Bung Karno membeli lahan perkampungan itu untuk digunakan sebagai rumah peristirahatan kala ia bertugas di Istana Bogor sebagai Presiden Republik Indonesia.


Untuk memilih lokasi yang akan dijadikan rumah peristirahatanya, Bung Karno berkeliling kota Bogor dengan menggunakan pesawat helikopter. Di atas kawasan Batutulis, pandangannya terhenti pada hamparan tanah yang dibawahnya terdapat aliran Sungai Cisadane dengan pemandangan terbaik ke arah Gunung Salak.


Daerah Batutulis pada tahun 1881


Lahan yang menjadi perkampungan kecil itu dulunya pernah ditempati Abraham van Riebeeck saat berkunjung ke Buitenzorg tahn 1702. Selain karena pemandangannya yang sangat indah, daerah Batutulis juga memiliki nilai-nilai historis mengenai keberadaan Keraton Pakuan Pajajaran yang dulu pernah berkuasa di Tatar Sunda dan juga letak Prasasti Batutulis ditemukan.


Atas dasar itulah, Bung Karno kemudian membeli lahan perkampungan itu, lalu menugaskan arsitek R.M. Soedarsono di tahun 1961 untuk merancang sebuah rumah yang akan digunakannya sebagai rumah tinggal dan peristirahatannya.


Istana Batutulis diberinama Hing Puri Bima Cakti dengan ciri arsitektur yang sama dengan Istana Tampaksiring di Bali yang juga merupakan hasil rancangan Soedarsono pada tahun 1952.


Istana Batutulis adalah tempat peristirahatan favorit Bung Karno setelah Tampaksiring. Di sini, beliau dapat memperhatikan kesibukan rakyatnya dari balkon istana. Pemandangannya pun sangat indah dengan aliran sungai Cisadane yang masih bening, belum bercampur limbah dan sampah juga Gunung Salak yang terlihat gagah. Tak jarang, Bung Karno juga sering bercengkerama dengan penduduk sekitar istana dengan menggunakan bahasa Sunda yang sangat fasih.


Konon, sebelum meninggal dunia, Bung karno menghendaki Istana Batu Tulis menjadi tempat peristirahatan terakhir baginya untuk dimakamkan di samping sebuah batu dan pohon besar yang ada di dalam lingkungan Istana.


Setelah Bung Karno tidak lagi menjabat sebagai Presiden. Istana Batutulis menjadi tempat perasingannya. Di sini, Beliau tidak diperkenankan untuk bertemu siapapun termasuk rakyatnya. Istana ini pun kemudian diambil alih oleh pemerintah Orde Baru.


Baru di era Presiden Abdurachman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, Istana Batutulis dikembalikan kepada keluarga Bung Karno, yaitu tepatnya pada 17 Agustus 2000.



Dokumentasi bagian dalam Istana Batutulis



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad