Dramaga atau Dermaga? - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

Dramaga atau Dermaga?

Share This
Dramaga atau Dermaga? Penyebutan nama salah satu wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor ini masih cukup menarik untuk dibincangkan. Di kalangan masyarakat Bogor sendiri pun terdapat perbedaan pandangan mengenai asal muasal pemberian nama tersebut.


Meski begitu, sebagian besar masyarakat Bogor sendiri tampaknya lebih memilih menggunakan kata yang menurut mereka enak didengar, apakah itu Darmaga, Dermaga, atau Dramaga dan tidak terlalu memusingkan perbedaan yang ada Kalaupun menyebut salah satu dari nama tersebut, maka supir angkot akan tahu kemana akan membawa kita.


Sejarah wilayah Kota dan Kabupaten Bogor dimulai sejak berdirinya kerajaan Tarumanagara hingga runtuhnya Kerajaan Pakuan Pajajaran. Konon, di atas puncak gunung kapur Ciampea Bogor, ada sebuah makam atau petilasan yang belum diketahui pasti milik siapa. Namun petilasan ini berada di puncak Gunung Kapur yang puncaknya sendiri merupakan batu-batu karang laut seperti umumnya batu karang yang ada di kedalaman samudera. Entah bagaimana ceritanya batu-batu karang itu bisa berada di sana, wallahu alam. Mungkin saja dulunya daerah ini pernah menjadi bagian dari lautan pada jaman prasejarah, atau mungkin juga di kawasan ini sudah ada peradaban manusia setelah air laut surut.


Pembahasan di atas tentu tidak bisa dijadikan landasan sejarah, jika tidak didukung oleh fakta maupun bukti yang diperoleh dari hasil penelitian para ahli.

Daerah Kabupaten Bogor banyak ditemukan prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara yang tersebar di beberapa wilayah, salah satunya Kampung Muara yang berada dekat dengan tempat ditemukannya prasasti Ciaruteun dan Tapak Gajah. Konon, kampung Muara ini dulunya merupakan sebuah Kota Pelabuhan Sungai yang bandarnya terletak di tepi pertemuan antara Sungai Cisadane dengan Cianteun. Nah, menurut cerita orang-orang tua dahulu, wilayah Gunung Kapur dulunya merupakan sebuah pelabuhan yang biasa dikenal dengan nama Dermaga. Mungkin itu sebabnya, masih banyak orang yang menyebutnya dengan sebutan Darmaga atau Dermaga. Hingga awal abad ke 19, daerah ini tetap digunakan sebagai pelabuhan, khususnya oleh para pedagang bambu.


Tapi sekali lagi, sulit sekali menemukan bukti-bukti terkait keberadaan Dermaga tersebut. Kalaupun benar ada Dermaga, tentu sudah ada dokumentasi baik berupa lukisan atau gambar-gambar mengenai hal ini, karena para pendatang Eropa sendiri sudah datang ke Nusantara sejak abad ke-17.


Adapun salah satu bukti yang ada adalah lukisan karya Johannes Rach bertahun 1770 yang menggambarkan sebuah kapal berbendera Belanda di kawasan ini. Nah, mungkin dari lukisan kapal inilah, muncul penyebutan nama Dermaga atau Darmaga, apalagi jika melihat ada kapal laut berukuran besar yang berlabuh.


Tapi jangan salah, karena lukisan Rach tersebut tidaklah menggambarkan bentuk asli kapal, melainkan sebuah bangunan replika kapal laut dengan empat bendera Belanda yang dibuat Demang Jawitara untuk mengenang pengasingannya selama 12 tahun oleh VOC ke Tanjung Harapan. Replika kapal ini dibuatnya dalam rangka menyambut kedatangan Gubernur Jenderal Van der Parra ke wilayah tersebut.


Lukisan Johannes Rach 1772, dengan keterangan:

Gezicht op Indramago bij Buitenzorg, niet te verwarren met de kustplaats Indramayou. Anno 2002 heet de plaats Kampus IPB Dhamarga, enkele kilometers ten noord-westen van Bogor. Rach beeldt het hof van koning Demang Jawitara af, tijdens een bezoek van gouverneur-generaal Van der Parra in 1772.

Achter het gebouwtje ligt een schip waarop vier Hollandse vlaggen ter ere van het bezoek. Demang Jawitara heeft het schip laten bouwen als herinnering aan zijn verbanning (door de VOC) van 12 jaar naar Kaap de Goede Hoop, waarvan de reden onduidelijk is.


Sedangkan penyebutan nama paling populer dan banyak digunakan oleh masyarakat umum adalah Dramaga. Lihat saja pada papan penunjuk nama jalan yang ada di pinggir-pinggir jalan raya, juga di badan-badan angkutan kota yang menuliskan nama Dramaga ketimbang Dermaga. Selain itu, di website-website pemerintah pun, dituliskan nama Dramaga, begitu pun tertulis di dalam peta-peta Bogor jaman dahulu.


Menyebutkan nama Dramaga tempo dulu, tentu tidak bisa dipisahkan dengan nama seorang tuan tanah besar yang pernah menguasai hampir seluruh wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Ia adalah Gerrit Willem Casimir (GWC) van Motman yang lahir pada 17 Januari 1773, dan meninggal di Dramaga, 25 Mei 1821. van Motman adalah anak bungsu dari keluarga yang sebagian besar anggotanya meninggal dunia karena penyakit TBC. Saat negaranya diinvasi Perancis, van Motman dalam usia 17 tahun mencoba peruntungan bergabung dengan VOC, hingga sampailah ia ke Hindia Belanda untuk memulai karir sebagai administrator gudang VOC.


Entah bagaimana ceritanya, setelah bangkrutnya VOC karena korupsi, van Motman menjadi tuan tanah yang menguasai sekitar 117.099 hektar tanah di wilayah Buitenzorg.  Bayangkan saja, betapa luasnya tanah yang sebagian besar dijadikan lahan perkebunan oleh tuan Motman ini. Jika dilihat sekarang, Kota Bogor memiliki luas wilayah  11.850 Hektar, dan itu artinya, van Motman menguasai hampir seluruh tanah di Kota dan Kabupaten Bogor pada masa lalu.

Semasa hidupnya, van Motman memiliki rumah tinggal di daerah Dramaga yang dinamakannya Groot Dramaga atau Dramaga Besar. Sampai saat ini, rumah peninggalan van Motman masih bisa ditemukan di daerah Dramaga, dan difungsikan sebagai wisma tamu IPB.

Dramaga sendiri "konon katanya" berarti tambakan susukan atau turap sungai yang kecil. Nah, turap ini hingga sekarang kata orang-orang tua dulu masih bisa ditemukan di sekitar Sawah Baru dekat dengan Hotel Duta Berlian Dramaga.


Nah, sekarang terserah Anda, mau menggunakan nama yang mana? Dramaga atau Dermaga?


Salam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad