Letak dan lokasi istana Prabu Siliwangi di Kota Bogor - Sejarah BOGOR

Post Top Ad

Letak dan lokasi istana Prabu Siliwangi di Kota Bogor

Share This
Pada tahun 1687, Scipio seorang sersan VOC memimpin rombongan ekspedisi ke pedalaman Batavia hingga sampailah ia pada sebuah daerah yang terdapat banyak puing-puing dan batu besar di dekat tanah berundak yang dipenuhi oleh pohon-pohon besar.



Dalam laporan resminya, Scipio menyebut lokasi itu sebagai bekas kerajaan Pakuan Pajajaran. Saat ditemukan, bekas keraton itu tertutup oleh kabut yang sangat lebat dan dihuni oleh banyak harimau. Bahkan, salah seorang dari tim ekspedisi Scipio diterkam harimau di dekat Cisadane.

Laporan Scipio tersebut lantas diteruskan Gubernur Jenderal Johannes Camphuys kepada para pejabat berwenang di negeri Belanda. Laporan ini pun memicu ekspedisi lanjutan. Adolf Winkler pada 1690, dan Abraham van Riebeck yang sampai tiga kali melakukan ekspedisi mulai dari tahun 1703, 1704, dan 1711.

Namun temuan ekspedisi tersebut tidak menyebutkan di mana lokasi tepatnya, termasuk juga bagaimana bentuk dan puing-puing bekas Kerajaan Pajajaran tersebut. Winkler hanya menyebutkan kondisi dan situasi saat itu saja, terlebih lagi pada saat itu daerah tempat puing kerajaan berdiri masih belum memiliki nama. Nama Buitenzorg baru mulai digunakan tahun 1750, tepatnya setelah vila mewah millik Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff selesai dibangun.


Ekspedisi Winkler dimulai dari arah Kedunghalang melewati Parung Angsana atau Tanah Baru menuju ke selatan. Ia melewati jalan besar yang dalam laporan Scipio disebut twee lanen atau Jalan dua lajur. Catatan Scipio juga menyebutkan bahwa jalan dan lahan yang terletak di antar Parung Angsana sampai ke Cipaku itu sangat bersih dan dipenuhi pohon buah-buahan, terutama saat memasuki daerah Tajur.


Dalam bahasa Sunda Kuna, Tajur bermakna tanaman atau kebun, adapun sebutan Tajuragung sama artinya dengan Kebon Gede atau Kebun Raya. Dari catatan winkler tersebut diketahui bahwasanya, daerah Tajur kemungkinan dulunya pernah menjadi kebun kerajaan yang menjadi tempat bercengkerama keluarga kerajan. Itu sebabnya di penggalan jalan di bagian ini ditumbuhi pohon durian di kedua sisinya.

Dari Tajuragung, Winkler meneruskan perjalanannya ke daerah Batutulis. Jalan yang dilaluinya menuju ke arah gerbang kota yang menurut para sejarawan letaknya dekat pabrik paku "Tulus Rejo", di lokasi ini pula Kampung Lawanggintung berada. Dari gambaran tersebut, gerbang Pakuan beradadi sisi dari penggalan jalan di Bantarpeuteuy, tepatnya depan komplek perumahan LIPI. Pada zaman dahulu, di lokasi terdapat pohon gintung, itu sebabnya daerah ini kemudian dinamakan Lawang Gintung.

Sesampainya di daerah Batutulis,Winkler mendapati jalanan berbatu yang tersusun rapi. Menurut penjelasan para pengantarya, jalan itu mengarah ke Istana Kerajaan yaitu sebuah paseban tua. Winkler juga menemukan jalan berbatu lainnya dan tujuh pohon beringin. Di dekat jalan itu, terdapat sebuah batu besar yang dibentuk secara indah.

Tanjakan Empang di tahun 1770


Dari jalanan berbatu tersebut, Winkler meneruskan langkahnya hingga ke situs Batutulis, lalu dilanjutkan ke tempat arca Purwakalih. Antara jalanan berbatu dengan batu besar yang indah itu dihubungkan oleh "Gang Ami sekarang". Sedangkan lahan di bagian utara Gang Amil ini bersambung dengan Balekambang atau rumah terapung, tempat bercengkerama Raja.

Dari petunjuk di atas, lokasi keraton Pajajaran sudah pasti terletak di lahan yang berbatasan dengan Jalan Batutulis di sisi barat, Gang Amil di sisi selatan, bekas parit yang kini menjadi kawasan pemukimn di sisi timur, serta benteng batu yang ditemukan oleh Scipio sebelum sampai di Batutulis ini yaitu sisi utaranya.

Dari wilayah yang kini jadi Gang Amil itulah, Winkler memasuki tempat batu bertulis. Ia mencatat bahwa Istana Pakuan itu dikelilingi dinding. Dari tempat ini, Winkler menuju lokasi ditemukannya arca Purwakalih. Ada tiga buah arca yang menurut penduduk setempat adalah arca Purwa galih, Gelap Nyawang, dan Kidang Pananjung. Ketiga orang ini disebutkan dalam Babad Pajajaran yng ditulis di Sumedang (1816) di masa Bupati Pangeran Kornel, lalu tahun 1862 disadur dalam bentuk pupuh.

Arca Purwakalih th 1770


Ekspedisi berikutnya dilakukan oleh Abraham van Riebeeck pada tahun 1703, 1704, dan 1709. Dari tiga kali ekspedisi itu, van Riebeck melewati jalur yang berbeda-beda. Jika Scipio dan Winkler memasuki Batutulis dari arah Lawang Gintung, maka Riebeeck datang dari arah Empang. Itu sebabnya, ia bisa mengetahui bahwa Pakuan berada di dataran tinggi. Hal ini tentu tidak akan terlihat oleh penjelajah yang datang ke Batutulis dari arah Tajur. Secara khusus, laporan van Riebeeck lebih terfokus pada jalan masuk (de toegng) dan jalan naik (de opgang) ke kawasan Pakuan.

Namun dari ekspedisi van Riebeeck ini, ditemukan fakta menarik lain bahwa:


  1. Alun-alun Empang adalah bekas alun-alun luar di zaman Pakuan Pajajaran yang dipisahkan dari benteng  Pakuan dengn sebuah parit yang cukup dalam.
  2. Tanjakan Bondongan pada zaman dahulunya merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki, sehingga hanya bisa dilalui oleh dua orang pejalan kaki ataupun sambil menunggang kuda.
  3. Di tepi tanjakan Bondongan dulu adalah parit bawah yng terjal dengan bagian dasar tersambung pada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan dulunya adalah pintu gerbang menuju kota.

Dari catatan ekspedisi di atas, bisa disimpulkan bahwa Denah Istana Prabu Siliwangi yang dilukiskan oleh Jacobus Fillkenschild tahun 1812 di masa Raffles berkuasa, memiliki kemiripan dengan laporan yang disebutkan baik oleh Scipio (1687) maupun Adolf Winkler (1690).

Penulis sendiri berasumsi bahwa, setelah ditemukan kembali lokasi keraton Pakuan Pajajaran oleh ketiga orang tersebut, penduduk setempat mulai membersihkan area yang menjadi bekas kerajaan tersebut, mulai dari kawasan keraton, arca-arca tempat pemujaan, hingga prasasti Batu Tulis. Hal ini bisa dilihat dari lukisan Batutulis yang dibuat oleh Johannes Rach pada tahun 1770 dengan lukisan karya Fillkenschild tahun 1812 di mana batu tulis sudah diberikan cungkup atau pendopo, begitu juga arca Purwakalih, dan bekas keraton.

Batutulis tahun 1770 dan 1812 (kanan) sudah bercungkup



Catatan Raffles

Jacobus Fillkenschild pada tahun 1812 ditugaskan Raffles untuk mencari keberadaan istana Pajajaran dalam rangka melengkapi tulisannya tentang kebudayaan di negeri jajahannya, Hindia Belanda. Kelak tulisan Raffles yang berjudul "History of Java" menjadi sebuah maha karya yang banyak dijadikan referensi para penjelajah dunia.

Fillkenschild kembali ke lokasi bekas istana Pajajaran lalu membuat denah berdasarkan petunjuk dan tanda-tanda di lokasi maupun dari penuturan masyarakat sekitar. Denah buatan Fillkenschildi ini sempat luput dari perhatian para budayawan dan sejarawan yang hingga kini masih menganggap lokasi, susunan, dan bentuk istana Pakuan Pajajaran adalah sebuah misteri besar.

Beruntung www.sejarahbogor.com menemukan denah tersebut dari salah satu Museum Besar yang berlokasi di London. Setelah Raffles tidak lagi menjabat sebagai Letnan Gubernur Hindia-Belanda, ia membawa serta peta, artefak, barang-barang peninggalan, dan dokumen-dokumen terkait kerajaan-kerajaan di Nusantara ke kampung halamannya di Inggris.

Berikut Lokasi Istana Pakuan Pajajaran di Bogor seperti diungkapkan dalam denah istana prabu Siliwangi yang dibuat oleh J.Fillkenschild tahun 1812.


Semoga saja, denah Istana Prabu Siliwangi ini bisa memberi titik terang atas pencarian lokasi keraton Pakuan Pajajaran selama ini, sekaligus menjadi salah satu bukti nyata bahwa Bogor pernah menjadi pusat Kerajaan Pakuan Pajajaran yang dibangun era Sri Baduga Maharaja.


Amit ampun nun paralun ka Gusti nu Maha Suci
Neda pangjiad pangraksa para abdi-abdi seni
Seja ngaguar laratan titis waris Nini Aki ...

Ngembatkeun jalan laratan katampian geusan mandi
Ka leuwi sipatahunan leuwi anu ngaruncang diri-diri anu sakiwari
Rék muruh lulurung tujuh ngaliwat ka Pajajaran bongan hayang pulang antig
Padungdengan-padungdengan jeung usikna pangancikan ...

Pun Sapun...
Sampurasun karumuhun ka Hyang Prabu Siliwangi
Nu murba di Pajajaran pangauban saeusi
Nu gelar di Tatar Sunda
Muga nyebarkeun wawangi ...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad